Kurs Dolar-Rupiah Hari Ini, Bank BRI, Minggu 6 Oktober 2024, Dolar pada Rupiah Senilai Rp 15.670
(Foto Kurs Dolar-Rupiah dari Google Finansial) |
Sementara itu, mata uang lain di Asia juga mayoritas melemah. Won Korea ditutup menurun 0,03% dan yuan China melemah 0,11%. Ringgit Malaysia turut memerah dengan penurunan 0,12%, sedangkan yen Jepang masih naik 0,41%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan untuk perdagangan pekan depan, Senin (7/10/2024), rupiah diprediksi bergerak fluktuatif.
“Rupiah berpotensi ditutup melemah di rentang Rp15.470 – Rp15.580 per dolar AS,” tulisnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (6/10/2024). Ibrahim mengatakan rupiah kemungkinan akan kembali mendekati level Rp16.000 per dolar AS.
Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi pelemahan rupiah terhadap dolar AS a.l. eskalasi konflik Timur Tengah, ekonomi AS, dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed. "Dari eksternal, terdapat faktor tensi politik di Timur Tengah yang terus memanas," kata Ibrahim.
Kondisi di Timur Tengah memang semakin memanas setelah Iran dilaporkan menyerang pangkalan jet tempur F-35 milik Israel. Iran meluncurkan serangan rudal besar (dilaporkan 180 rudal) ke Israel sebagai balasan atas pembunuhan Israel terhadap pemimpin kelompok Islam Hizbullah, Hassan Nasrallah, di Lebanon.
Faktor eksternal lainnya yakni perekonomian AS yang terus membaik. Kemudian, tensi politik di AS juga memanas setelah Pilpres AS. Menurutnya, fokus investor saat ini tertuju pada laporan utama penggajian nonpertanian AS yang akan segera dirilis. Hal ini memberikan petunjuk lebih lanjut tentang prospek suku bunga The Fed ke depan.
“Serangkaian rilis data minggu ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih dalam kondisi solid, setelah aktivitas sektor jasa negara itu melonjak ke level tertinggi pada September,” ujarnya.
Menurut Ibrahim, kondisi ini membuat pelaku pasar mengurangi taruhan soal pemotongan kembali suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan depan. Adapun, dari internal terdapat faktor deflasi yang terus terjadi ditengarai karena pelemahan daya beli masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 melanjutkan tren deflasi, yang kali ini sebesar -0,12% secara bulanan (month to month/MtM). Hal ini menandai Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan secara berturut-turut, setelah terakhir mengalami deflasi panjang 7 bulan beruntun pada krisis 1999 silam.