Ratusan Mahasiswa Usir Rohingya di Aceh
(Foto Mahasiswa memegang spanduk bertuliskan “Tolak Rohingya” saat berdemonstrasi menentang kedatangan pengungsi Rohingya di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Banda Aceh pada 27 Desember 2023) |
Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang tinggal di negara bagian Rakhine, Myanmar. Mereka telah tinggal di wilayah tersebut selama berabad-abad, namun seringkali menjadi korban diskriminasi, penindasan, dan konflik etnis. Populasi Rohingya diperkirakan berjumlah antara 1,5 hingga 3 juta jiwa, dengan sebagian besar tersebar di Myanmar dan sejumlah lainnya di Bangladesh. Nama "Rohingya" berasal dari kata kuno "Rohan" atau "Rohang," yang merujuk pada daerah Arakan pada masa lalu. Etnis Rohingya bukanlah keturunan Bangladesh atau etnis Bengali, melainkan merupakan kelompok yang memiliki identitas khas, hasil dari percampuran antara banyak suku dan etnis.
Mereka memiliki sejarah yang terkait erat dengan
perkembangan sejarah Kerajaan Arakan. Kehidupan mereka di Myanmar telah
diwarnai oleh konflik, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia, yang
telah menarik perhatian dan tekanan internasional untuk menemukan solusi yang
adil dan berkelanjutan.
Beberapa versi tentang asal kata "Rohingya"
menyebutkan bahwa istilah ini disematkan oleh peneliti Inggris Francis Hamilton
pada abad ke-18 kepada penduduk Muslim yang tinggal di Arakan. Rohingya juga
sering menjadi subyek penyiksaan dan kekerasan, yang telah didokumentasikan
oleh berbagai lembaga internasional seperti Human Rights Watch dan Medicine
Sans Frontiers (MSF). Kondisi mereka sebagai pengungsi dan korban konflik telah
menarik perhatian dunia internasional.
Video Demo Mahasiswa Tolak Rohingya
Ratusan mahasiswa di provinsi Aceh menyerbu tempat penampungan sementara lebih dari seratus pengungsi Rohingya, Rabu (27/12), memaksa mereka untuk meninggalkan tempat tersebut sebagai bentuk penolakan terbaru terhadap minoritas Myanmar yang teraniaya itu.
Lebih dari 1.500 pengungsi Rohingya telah tiba di pesisir provinsi Aceh sejak pertengahan November, yang menurut PBB merupakan gelombang pengungsi terbesar dalam delapan tahun terakhir. Beberapa kapal mereka ditolak oleh penduduk setempat dan dalam beberapa kasus telah diperintahkan untuk kembali ke laut.
Para
mahasiswa, banyak di antara mereka mengenakan jaket dengan lambang universitas
yang berbeda, memasuki ruang serbaguna pemerintah di ibu kota Banda Aceh tempat
137 pengungsi Rohingya menginap. Para mahasiswa tersebut meminta mereka
dipindahkan ke kantor imigrasi setempat agar mereka dapat dideportasi, menurut
rekaman yang dilihat kantor berita AFP.
Video tersebut menunjukkan para mahasiswa meneriakkan
“usir mereka keluar” dan “tolak etnis Rohingya di Aceh”. Mereka juga terlihat
menendang barang-barang milik warga Rohingya. Beberapa perempuan dan anak-anak
menangis, sementara sejumlah laki-laki yang sedang salat terlihat tidak
bergeming.
Para
pengunjuk rasa juga terlibat perkelahian dengan polisi yang menjaga para
pengungsi yang ketakutan, namun polisi akhirnya mengizinkan para mahasiswa
untuk memindahkan mereka, menurut seorang jurnalis AFP di lokasi kejadian. Para
mahasiswa membakar ban dan menyiapkan truk untuk memindahkan para pengungsi
Rohingya. Polisi membantu mereka naik sebelum mereka dibawa ke kantor
pemerintah lain di dekatnya, kata jurnalis AFP itu.
Polisi
Banda Aceh tidak menanggapi permintaan komentar dari AFP. “Kami memprotes
karena kami tidak setuju dengan warga Rohingya yang terus datang ke sini,” kata
Kholilullah, mahasiswa berusia 23 tahun yang hanya bisa dipanggil dengan satu
nama, kepada AFP.
Banyak
masyarakat Aceh, yang mempunyai kenangan akan konflik berdarah selama puluhan
tahun, bersimpati terhadap penderitaan sesama Muslim. Namun pihak lain
mengatakan kesabaran mereka telah diuji, dengan menyatakan bahwa masyarakat
Rohingya mengonsumsi sumber daya yang langka dan kadang-kadang terlibat konflik
dengan penduduk setempat.
“Dulu
masyarakat Aceh menyambut baik mereka, tapi seperti yang kita tahu, ada
pedagang orang yang menyelundupkan warga Rohingya ke Aceh… Jadi, kami sebagai
mahasiswa mendukung keputusan masyarakat Aceh,” kata mahasiswa Muhammad Khalis.
Indonesia tidak ikut menandatangani konvensi pengungsi PBB dan mengatakan bahwa Indonesia tidak dapat dipaksa untuk menerima pengungsi dari Myanmar, dan sebaliknya menyerukan negara-negara tetangga untuk berbagi beban dan memukimkan kembali pengungsi Rohingya yang tiba di negara mereka.