Mesum di Tempat Umum, Ini Sanksi menurut Kementerian Hukum dan HAM RI
(Foto oleh attankun Thongbun dari iStockphoto) |
Mesum adalah istilah yang digunakan untuk menyebut perilaku seksual yang tidak senonoh, tidak patut, atau cabul. Istilah ini dapat merujuk pada perilaku seperti melakukan hubungan intim di tempat umum, berselingkuh, menonton atau membuat konten pornografi, atau melakukan tindakan asusila lainnya.
Istilah ini memiliki konotasi negatif dan dapat menimbulkan
stigma sosial. Dalam konteks agama Islam, mesum dianggap sebagai dosa besar
yang dapat menghapus pahala dan menimbulkan siksaan di dunia dan akhirat. Oleh
karena itu, istilah ini sebaiknya dihindari dan diganti dengan istilah yang
lebih sopan.
Beredarnya video yang berisi perbuatan mesum yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan disebuah halte pinggir jalan. Terjadinya perilaku mesum yang dilakukan ditempat umum membuat kita bingung dan tidak habis pikir, apakah pelaku sudah tidak memiliki rasa malu lagi, hingga perbuatan tersebut dilakukan ditempat umum, atau memang pelaku memiliki kelainan pada kejiwaannya. Karena secara normal orang yang sehat kejiwaannya pasti tidak mungkin melakukan perbuatan tersebut di tempat umum.
Perbuatan mesum ditempat umum dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi masuk dalam perbuatan yang bermuatan fornografi, seperti persenggamaan yang dipertontonkan kepada orang lain atau dilakukan ditempat umum.
Sedangkan dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana, perbuatan mesum masuk dalam kejahatan terhadap kesusilaan. Kejahatan kesusilaan ini dilakukan didepan orang lain, didepan atau dihadapan umum, sehingga kelihatan orang lain yang berlalu lintas di dekat tempat itu dan menimbulkan rasa malu dan rasa jijik yang sangat pada mereka.
Secara khusus pelaku asusila atau pelaku mesum ditempat umum, yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya. Dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 36 junto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Secara umum pelaku asusila atau pelaku mesum ditempat umum dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, atau jika dikonversi menjadi 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).
Unsur-unsur pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yaitu : setiap orang. Pengertian setiap orang, menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. kemudian unsur yang kedua yaitu dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum. Perbuatan yang dilarang ini di sini adalah mempertontonkan diri atau orang lain. Mempertontonkan diri berarti pelaku itu sendiri secara langsung mempertontonkan diri dalam suatu pertunjukan atau di muka umum, dan orang lain melihat langsung diri pelaku.
Kemudian unsur yang ketiga yaitu yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya. Pengertian pornografi lainnya, menurut penjelasan pasal 10 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008, adalah antara lain kekerasan seksual, masturbasi, atau onani.
Sumber : Kemenkumham RI